RUJUKANNEWS || KAB. KARAWANG – Berulang kali terjadi kasus suap menyuap yang dilakukan antara anggota legislatif dengan pengusaha, sehingga keduanya harus menanggung resiko hukum, yang berujung dengan dijatuhinya vonis penjara.

 

Permainan dengan modus meminta proyek yang menjadi usulan aspirasi anggota legislatif kepada lembaga kementrian, dan untuk didaerah kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dengan cara mengarahkan pengusaha yang sudah ditunjuk oleh terduga oknum anggota legislatif untuk mengerjakan proyek tertentu.

 

Yurisprudensinya sudah banyak terjadi, baik di Pemerintah Pusat maupun di Pemerintah Daerah. Lebih celakanya lagi, jika kasus seperti itu terjadi, bukan hanya oknum anggota legislatif dan pengusahanya saja yang harus menanggung resiko hukum. Tetapi unsur eksekutif, dalam hal ini Pemerintah, khususnya Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga kerap kali harus menanggung resiko hukum yang sama.

 

Pasalnya, suatu pengkondisian yang dilakukan oleh terduga oknum legislatif dengan pengusaha. Mustahil terjadi, bilamana tidak ada peran dari unsur eksekutif. Karena terjadinya suatu kontrak kerja dalam proyek yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau APBD dilegalkan oleh PPK.

 

Koordinator Harapan Jabar Bebas Korupsi, Herdi Asyafi menyesalkan dugaan praktek – praktek permintaan jatah proyek oleh terduga oknum anggota legislatif, diduga masih kerap kali terjadi, “Padahal, kasus yang persis sama sering terjadi, hingga jatuhnya vonis hukuman penjara. Tapi itu semua tidak membuat jera,” Kamis, (24/10/2024).

 

“Disalah satu Kabupaten di Jawa Barat sendiri, pada tahun 2022 pernah heboh terjadi proses hukum yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH), berkaitan dengan dugaan permainan proyek APBD dari usulan aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang, atau yang lebih populer disebut proyek Pokok – Pokok Pikiran,” terangnya

 

Lebih lanjut Herdi menjelaskan, “Adapun modusnya, diduga terduga oknum anggota DPRD menunjuk beberapa kontraktor sebagai calon penyedia jasa, untuk kemudian direkomendasikan kepada dinas – dinas terkait yang terdapat usulan aspirasi. Dimana sebelumnya, diduga antara terduga oknum anggota DPRD dengan kontraktor, sudah ada komitmen fee, bahkan lebih ironisnya lagi, ada istila ijon atau mengambil uang lebih dulu,”

 

“Memang dalam konteks pembangunan, konstitusi mengatur ada 2 sumber usulan. Yakni Musrenbang dan hasil reses anggota legislatif, tetapi Undang – Undang mengatur, legislatif hanya memiliki otoritas menyerap, menampung dan mengusulkan, tidak sampai intervensi sampai persoalan teknis,” ungkapnya

 

“Kemudian untuk saat ini lebih nekadnya lagi, ada usulan antara Musrenbang dengan aspirasi yang satu streking atau satu jalur, kemudian diantisipasi dengan istilah konsolidasi dalam pengadaan langsung berupa E – Purchasing. Meski begitu, diduga masih terjadi claim jatah atau bagian yang atas usulan Pokir tersebut,” sesal Herdi

 

“Bahkan proses dugaan transaksional Pokir di Karawang, bukan hanya terjadi pada dinas – dinas teknis yang terdapat proyek konstruksi saja. Pada dinas non teknis juga diduga terjadi, seperti halnya dalam pengadaan barang alat kesenian, alat olah raga dan lain sebagainya pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan Dinas Pendidikan,” ujarnya

 

Diakhir statement, Herdi mengungkapkan, “Kami sendiri sudah mengantongi beberapa petunjuk baru perihal dugaan tersebut, dan masih terus mengumpulkan petunjuk lainnya, untuk kemudian akan disampaikan kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI). Karena pasca pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, kami melihat semangat pak Prabowo dalam pemberantasan korupsi dipidato pertamanya,” Pungkasnya.